Keraton Yogyakarta

Yogyakarta Berhati Nyaman.

Tugu Yogyakarta

Yogyakarta Berhati Nyaman.

Malioboro Yogyakarta

Yogyakarta Berhati Nyaman.

Candi Borobudur

Yogyakarta Berhati Nyaman.

Taman Sari Yogyakarta

Yogyakarta Berhati Nyaman.

Kyai Haji Muhammad Zaini Abdul Ghani


KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari
lahir di Tunggul Irang, Martapura, 11 Februari 1942
meninggal di Martapura, 10 Agustus 2005 pada umur 63 tahun

Salah satu pesan Guru Sekumpul adalah tentang karamah, yakni agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugrah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. 

Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tapi salatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi bakarmi (orang yang keluar sesuatu dari duburnya).
Guru Sekumpul juga sempat memberikan beberapa pesan kepada seluruh masyarakat Islam, yakni:
  1. Menghormati ulama dan orang tua
  2. Baik sangka terhadap muslimin
  3. Murah harta
  4. Manis muka
  5. Jangan menyakiti orang lain
  6. Mengampunkan kesalahan orang lain
  7. Jangan bermusuh-musuhan
  8. Jangan tamak atau serakah
  9. Berpegang kepada Allah, pada kabul segala hajat
  10. Yakin keselamatan itu pada kebenaran.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Zaini_Abdul_Ghani

Berziarah ke Makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam



Alhamdulillah...

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ
“Barang siapa yang berziarah ke kuburku,
maka wajib baginya mendapat syafaatku”.
(HR Ad Daruquthni)

Hadits Riwayat Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
Seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan berkata:
"Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang mencintai suatu kaum namun dia belum dapat bertemu dengan mereka?"

Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam menjawab:
"Seorang akan bersama orang yang dicintai"
(Hadits Shahih Muslim : 2640-165)

"What you seek is seeking you"
~ Rumi

Yaa Allah...
Semoga keluarga,kerabat,sahabat2ku,
jamaah serta santri2 Pengajian Mujahadah Al Fatah...
diberikan pertolongan bisa berziarah ke Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
Aamiin

Sabtu,18 April 2015 08:56
 Jum'at,17 April 2015 , 00:34

Tarekat Naqsyabandiyah


Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat sufi yang paling luas penyebarannya, dan terdapat banyak di wilayah Asia Muslim (meskipun sedikit di antara orang-orang Arab) serta Turki, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural.

Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, tarekat Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun. Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syaikh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani ("Pembaru Milenium kedua", w. 1624). Pada akhir abad ke-18, nama ini hampir sinonim dengan tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah. Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari'at secara ketat, keseriusan dalam beribadah menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat ke arah keterlibatan dalam politik (meskipun tidak konsisten).

Dzikir dan Wirid
Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya, adalah dzikir yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan kalimat la ilaha illallah. Tujuan latihan itu ialah untuk mencapai kesadaran akan Tuhan yang lebih langsung dan permanen. Pertama sekali, Tarekat Naqsyabandiyah membedakan dirinya dengan aliran lain dalam hal dzikir yang lazimnya adalah dzikir diam (khafi, "tersembunyi", atau qalbi, " dalam hati"), sebagai lawan dari dzikir keras (jahri) yang lebih disukai tarekat-tarekat lain. Kedua, jumlah hitungan dzikir yang mesti diamalkan lebih banyak pada Tarekat Naqsyabandiyah daripada kebanyakan tarekat lain.

Dzikir dapat dilakukan baik secara berjama'ah maupun sendiri-sendiri. Banyak penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan dzikir secara sendiri-sendiri, tetapi mereka yang tinggal dekat seseorang syaikh cenderung ikut serta secara teratur dalam pertemuan-pertemuan di mana dilakukan dzikir berjama'ah. Di banyak tempat pertemuan semacam itu dilakukan dua kali seminggu, pada malam Jum'at dan malam Selasa; di tempat lain dilaksanakan tengah hari sekali seminggu atau dalam selang waktu yang lebih lama lagi.

Secara keseluruhan, ajaran tarekat Naqsyabandiyah terdiri dari 17 tingkat mata pelajaran. Ke-17 tingkat mata pelajaran tersebut adalah;

1. Dzikir Ismu Dzat: "mengingat yang Haqiqi"
Pengucapan asma Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali (dihitung dengan tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Allah semata.

2. Dzikir Latha'if: "mengingat Asma Allah pada tujuh titik halus pada tubuh"
Seseorang yang berdzikir memusatkan kesadarannya (dan membayangkan nama Allah itu bergetar dan memancarkan panas) berturut-turut pada tujuh titik halus pada tubuh. Titik-titik ini, lathifah (jamak latha'if), adalah;
- qalb (hati), terletak selebar dua jari di bawah puting susu kiri
- ruh (jiwa), selebar dua jari di bawah puting susu kanan
- sirr (nurani terdalam), selebar dua jari di atas puting susu kiri
- khafi (kedalaman tersembunyi), dua jari di atas puting susu kanan
- akhfa (kedalaman paling tersembunyi), di tengah dada
- nafs nathiqah (akal budi), di otak belahan pertama
- kullu jasad, luasnya meliputi seluruh tubuh, bila seseorang telah mencapai tingkat dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini, seluruh tubuh akan bergetar dalam Asma Allah.

3. Dzikir Nafi Itsbat: "mengingat keesaan"
Bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat La Ilaha Illallah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi La permulaan digambar dari daerah pusar terus ke hati sampai ke ubun-ubun. Bunyi Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan. Di situ, kata berikutnya, Illa dimulai dengan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah di hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala kotoran.

4. Dzikir Wuquf: "diam dengan semata-mata mengingat Allah"
Mengingat Dzat Allah yang bersifat dengan segala sifat sempurna dan suci, atau jauh dari segala sifat kekurangan. Dzikir Wuquf ini dirangkaikan setelah selesai melaksanakan dzikir Ismu Dzat atau dzikir Latha'if, atau dzikir Nafi Itsbat. Pelaksanaan dzikir Wuquf ini sebelum menutup dzikir-dzikir tersebut.

5. Dzikir Muraqabah Ithla'
Seseorang berdzikir dan ingat kepada Allah SWT bahwa Ia mengetahui keadaan-keadaannya dan melihat perbuatan-perbuatannya, serta mendengar perkataan-perkataannya.

6. Dzikir Muraqabah Ahadiyatul Af’al
Berkekalannya seorang hamba menghadap serta memandang Allah SWT yang memiliki sifat sempurna serta bersih dari segala kekurangan, serta Maha Berkehendak.

7. Dzikir Muraqabah Ma’iyah
Berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang kepada Allah SWT yang mengintai di mana saja hamba itu berada.

8. Dzikir Muraqabah Aqrabiyah
Keadaan mengingat betapa dekatnya Allah dengan hamba-Nya.

9. Dzikir Muraqabah Ahadiyatuzzati
Mengingat sifat Allah yang esa dan menjadi tempat bergantungnya segala sesuatu.

10. Dzikir Muraqabah Zatissyarfi wal Bahti
Berkaitan dengan sumber timbulnya kesempurnaan kenabian, kerasulan dan ‘ulul azmi, yakni dari Allah semata.

11. Maqam Musyahadah
Kondisi di mana seseorang berdzikir seolah-olah dalam tahap berpandang-pandangan dengan Allah.

12. Maqam Mukasyafah
Kondisi di mana seolah terbuka rahasia ketuhanan bagi seseorang yang berdzikir. Bila berdzikir pada maqam ini dilaksanakan dengan baik, sempurna, dan ikhlas, maka seorang hamba akan memperoleh hakikat kasyaf dan rahasia-Nya.

13. Maqam Muqabalah
Dalam tahap berhadap-hadapan dengan wajah Allah yang wajibul wujud.

14. Maqam Mukafahah
Tahap ruhaniah seseorang yang berdzikir berkasih sayang dengan Allah. Dalam maqam ini, kecintaan pada selain Allah telah hilang sama sekali.

15. Maqam Fana' Fillah
Kondisi di mana rasa keinsanan seseorang melebur ke dalam rasa ketuhanan, serta secara fana melebur dalam keabadian Allah.

16. Maqam Baqa' Billah
Pencapaian tahap dzikir, di mana kehadiran hati seorang hamba hanya bersama Allah semata.

17. Tahlil Lisan
Melaksanakan dzikir Nafi Itsbat yang diucapkan secara kedengaran, atau jahar. Dzikir Tahlil Lisan ini dilaksanakan pada waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh syaikh mursyid.

Pembacaan tidaklah berhenti pada dzikir; pembacaan aurad (Indonesia: wirid), meskipun tidak wajib, sangatlah dianjurkan. Aurad merupakan doa-doa pendek atau formula-formula untuk memuja Tuhan dan atau memuji Nabi Muhammad Saw., dan membacanya dalam hitungan sekian kali pada jam-jam yang sudah ditentukan dipercayai akan memperoleh keajaiban, atau paling tidak secara psikologis akan mendatangkan manfaat. Seorang murid dapat saja diberikan wirid khusus untuk dirinya sendiri oleh syaikhnya, untuk diamalkan secara rahasia (diam-diam) dan tidak boleh diberitahukan kepada orang lain; atau seseorang dapat memakai kumpulan aurad yang sudah diterbitkan. Naqsyabandiyah tidak mempunyai kumpulan aurad yang unik. Kumpulan-kumpulan yang dibuat kalangan lain bebas saja dipakai; dan kaum Naqsyabandiyah di tempat yang lain dan pada masa yang berbeda memakai aurad yang berbeda-beda. Penganut Naqsyabandiyah di Turki, umpamanya, sering memakai Al-Aurad Al-Fathiyyah, dihimpun oleh Syaikh Ali Hamadani, seorang sufi yang tidak memiliki persamaan sama sekali dengan kaum Naqsyabandiyah.

Pada zaman Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq ra. hingga zaman Syaikh Abu Yazid al-Busthami, tarekat ini dikenal dengan nama Shiddiqiyyah, amalan khususnya adalah dzikir khafi (dzikir dalam hati). Ketika dikenal dengan nama Taifuriyah, tarekat ini mengedepankan tema khusus yakni cinta dan makrifat. Periode setelahnya, Khwajaganiyah, Tarekat Naqsyabandiyah diperkuat dengan delapan asas yang dirumuskan oleh Syaikh 'Abd al-Khaliq Ghujdawani. Lalu, pada zaman ketika Naqsyabandiyah mulai menjadi nama tarekat ini, Syaikh Baha'uddin Naqsyabandi menambahkan 3 asas lagi. Asas-asas ini disebutkan satu per satu dalam banyak risalah, termasuk dalam dua kitab pegangan utama para penganut Khalidiyah, Jami al-'Ushul Fi al-'Auliya. Kitab karya Syaikh Ahmad Dhiya' al-Din Gumusykhanawi itu dibawa pulang dari Makkah oleh tidak sedikit jamaah haji Indonesia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kitab yang satu lagi, yaitu Tanwir al-Qulub oleh Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, dicetak ulang di Singapura dan di Surabaya, dan masih dipakai secara luas. Uraian dalam karya-karya ini sebagian besar mirip dengan uraian Syaikh Taj al-Din Zakarya ("Kakek" spiritual dari Syaikh Yusuf Makassar) sebagaimana dikutip Trimingham. Masing-masing asas dikenal dengan namanya dalam bahasa Parsi (bahasa para Khwajagan dan kebanyakan penganut Naqsyabandiyah India).

Asas-asasnya Syaikh 'Abd al-Khaliq adalah:
1. Hush dar dam: "sadar sewaktu bernafas"
Suatu latihan konsentrasi: sufi yang bersangkutan haruslah sadar setiap menarik nafas, menghembuskan nafas, dan ketika berhenti sebentar di antara keduanya. Perhatian pada nafas dalam keadaan sadar akan Allah, memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah; lupa atau kurang perhatian berarti kematian spiritual dan membawa orang jauh dari Allah (al-Kurdi).

2. Nazar bar qadam: "menjaga langkah"
Sewaktu berjalan, sang murid haruslah menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke depan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan (ruhani)-nya tidak dikacaukan oleh segala hal di sekelilingnya yang tidak relevan.

3. Safar dar watan: "melakukan perjalanan di tanah kelahirannya"
Melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. [Atau, dengan penafsiran lain: suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencari mursyid yang sejati, kepada siapa seseorang sepenuhnya pasrah dan dialah yang akan menjadi perantaranya dengan Allah (Gumusykhanawi)].

4. Khalwat dar anjuman: "sepi di tengah keramaian"
Berbagai pengarang memberikan bermacam tafsiran, beberapa dekat pada konsep "innerweltliche askese" dalam sosiologi agama Max Weber. Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti perkumpulan tertentu. Beberapa orang mengartikan asas ini sebagai "menyibukkan diri dengan terus menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan hal-hal lainnya bahkan sewaktu berada di tengah keramaian orang"; yang lain mengartikan sebagai perintah untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat sementara pada waktu yang sama hatinya tetap terpaut kepada Allah saja dan selalu wara'. Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara aktif dalam politik dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan mengacu kepada asas ini.

5. Yad kard: "ingat", "menyebut"
Terus-menerus mengulangi nama Allah, dzikir tauhid (berisi formula la ilaha illallah), atau formula dzikir lainnya yang diberikan oleh seorang guru, dalam hati atau dengan lisan. Oleh sebab itu, bagi penganut Naqsyabandiyah, dzikir itu tidak dilakukan sebatas berjama'ah ataupun sendirian sehabis shalat, tetapi harus terus-menerus, agar di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.

6. Baz gasyt: "kembali", "memperbarui"
Demi mengendalikan hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur), sang murid harus membaca setelah dzikir tauhid atau ketika berhenti sebentar di antara dua nafas, formula ilahi anta maqsudi wa ridlaka mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridlaan-Mulah yang kuharapkan). Sewaktu mengucapkan dzikir, arti dari kalimat ini haruslah senantiasa berada di hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang halus kepada Tuhan semata.

7. Nigah dasyt: "waspada"
Yaitu menjaga pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu melakukan dzikir tauhid, untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap akan Tuhan, dan untuk memelihara pikiran dan perilaku seseorang agar sesuai dengan makna kalimat tersebut. Al-Kurdi mengutip seorang guru (anonim): "Kujaga hatiku selama sepuluh hari; kemudian hatiku menjagaku selama dua puluh tahun."

8. Yad dasyt: "mengingat kembali"
Penglihatan yang diberkahi: secara langsung menangkap Dzat Allah, yang berbeda dari sifat-sifat dan nama-namanya; mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah Yang Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga. Penglihatan ini ternyata hanya mungkin dalam keadaan jadzbah: itulah derajat ruhani tertinggi yang bisa dicapai.

Asas-asas Tambahan dari Syaikh Baha'uddin Naqsyabandi:
1. Wuquf-i zamani: "memeriksa penggunaan waktu"
Mengamati secara teratur bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan setiap dua atau tiga jam). Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan tenggelam dalam dzikir, dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah berterima kasih kepada Allah, jika seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau melakukan perbuatan berdosa, hendaklah ia meminta ampun kepada-Nya.

2. Wuquf-i 'adadi: "memeriksa hitungan dzikir"
Dengan hati-hati beberapa kali seseorang mengulangi kalimat dzikir (tanpa pikirannya mengembara ke mana-mana). Dzikir itu diucapkan dalam jumlah hitungan ganjil yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Wuquf-i qalbi: "menjaga hati tetap terkontrol"
Dengan membayangkan hati seseorang (yang di dalamnya secara batin dzikir ditempatkan) berada di hadirat Allah, maka hati itu tidak sadar akan yang lain kecuali Allah, dan dengan demikian perhatian seseorang secara sempurna selaras dengan dzikir dan maknanya. Taj al-Din menganjurkan untuk membayangkan gambar hati dengan nama Allah terukir di atasnya.

Di luar semua asas tersebut, terdapat pula dua kaidah jalan yang diperkenalkan para masyayikh tarekat setelah itu sebagai bekal perjalanan mencapai kebenaran hakiki. Keduanya adalah tarekat nafsani dan tarekat ruhani. Tarekat nafsani, mengambil pendekatan dengan mendidik diri dan menundukkan ke-aku-an, yakni ego yang ada dalam diri manusia. Dalam mengamalkan tarekat ini, seseorang harus melakukan segala sesuatu yang berlawanan dengan kehendak ego. Karenanya ia dimaknai sebagai perang atau jihad dalam diri seorang mukmin. Sedangkan tarekat ruhani berarti pensucian ruh. Hal itu dimaksudkan agar ruh yang telah disucikan mengenali hakikat diri yang sebenarnya, sehingga ego akan menuruti dan mentaatinya.

Tarekat Naqsyabandiyah memiliki tujuan menjadi kekal berkepanjangan dalam memperhambakan diri secara lahir dan batin, serta dalam menghadirkan Allah ke dalam hati. Para sufi yang mengamalkan tarekat ini tidak bertujuan menjadi mulia, kaya, sakti, dan sebagainya, melainkan untuk mendekatkan diri dan mengharap ridha Allah semata.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Naqsyabandiyah

Ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari

Nama lengkapnya adalah Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari. Ia lahir di Iskandariah (Mesir) pada 648 H/1250 M, dan meninggal di Kairo pada 1309 M. Julukan Al-Iskandari atau As-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu.

Sejak kecil, Ibnu Atha’illah dikenal gemar belajar. Ia menimba ilmu dari beberapa syekh secara bertahap. Gurunya yang paling dekat adalah Abu Al-Abbas Ahmad ibnu Ali Al-Anshari Al-Mursi, murid dari Abu Al-Hasan Al-Syadzili, pendiri tarikat Al-Syadzili. Dalam bidang fiqih ia menganut dan menguasai Mazhab Maliki, sedangkan di bidang tasawuf ia termasuk pengikut sekaligus tokoh tarikat Al-Syadzili.

Ibnu Atha'illah tergolong ulama yang produktif. Tak kurang dari 20 karya yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari beberapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab Al-Hikam. Buku ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Kitab itu sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh Muhammad bin Ibrahim ibnu Ibad Ar-Rasyid-Rundi, Syaikh Ahmad Zarruq, dan Ahmad ibnu Ajiba.

Beberapa kitab lainnya yang ditulis adalah Al-Tanwir fi Isqath Al-Tadbir, Unwan At-Taufiq fi’dab Al-Thariq, Miftah Al-Falah dan Al-Qaul Al-Mujarrad fil Al-Ism Al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syekhul Islam ibnu Taimiyyah mengenai persoalan tauhid.

Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam dialog yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibnu Taimiyyah adalah sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara Ibnu Atha'illah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at.

Ibnu Atha'illah dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan. Menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas, dan imam bagi para juru nasihat.

Ia dikenal sebagai master atau syekh ketiga dalam lingkungan tarikat Syadzili setelah pendirinya Abu Al-Hasan Asy-Syadzili dan penerusnya, Abu Al-Abbas Al-Mursi. Dan Ibnu Atha'illah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat Syadziliyah tetap terpelihara.

Meski ia tokoh kunci di sebuah tarikat, bukan berarti aktifitas dan pengaruh intelektualismenya hanya terbatas di tarikat saja. Buku-buku Ibnu Atha'illah dibaca luas oleh kaum muslimin dari berbagai kelompok, bersifat lintas mazhab dan tarikat, terutama kitab Al-Hikam.

Kitab Al-Hikam ini merupakan karya utama Ibnu Atha’illah, yang sangat populer di dunia Islam selama berabad-abad, sampai hari ini. Kitab ini juga menjadi bacaan utama di hampir seluruh pesantren di Nusantara.

Syekh Ibnu Atha’illah menghadirkan Kitab Al-Hikam dengan sandaran utama pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Guru besar spiritualisme ini menyalakan pelita untuk menjadi penerang bagi setiap salik, menunjukkan segala aral yang ada di setiap kelokan jalan, agar kita semua selamat menempuhnya.

Kitab Al-Hikam merupakan ciri khas pemikiran Ibnu Atha’illah, khususnya dalam paradigma tasawuf. Di antara para tokoh sufi yang lain seperti Al-Hallaj, Ibnul Arabi, Abu Husen An-Nuri, dan para tokoh sufisme falsafi yang lainnya, kedudukan pemikiran Ibnu Atha’illah bukan sekedar bercorak tasawuf falsafi yang mengedepankan teologi. Tetapi diimbangi dengan unsur-unsur pengamalan ibadah dan suluk, artinya di antara syari’at, tarikat dan hakikat ditempuh dengan cara metodis. Corak Pemikiran Ibnu Atha’illah dalam bidang tasawuf sangat berbeda dengan para tokoh sufi lainnya. Ia lebih menekankan nilai tasawuf pada ma’rifat.

Adapun pemikiran-pemikiran tarikat tersebut adalah: Pertama, tidak dianjurkan kepada para muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka. Dalam hal pandangannya mengenai pakaian, makanan, dan kendaraan yang layak dalam kehidupan yang sederhana akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah dan mengenal rahmat Illahi.

"Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur. Dan berlebih-lebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman. Manusia sebaiknya menggunakan nikmat Allah SWT dengan sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya," kata Ibnu Atha'illah.

Kedua, tidak mengabaikan penerapan syari’at Islam. Ia adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf hampir searah dengan Al-Ghazali, yakni suatu tasawuf yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Mengarah kepada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs), serta pembinaan moral (akhlak), suatu nilai tasawuf yang dikenal cukup moderat.

Ketiga, zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati selain daripada Tuhan. Dunia yang dibenci para sufi adalah dunia yang melengahkan dan memperbudak manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku syahwat, berbagai keinginan yang tak kunjung habis, dan hawa nafsu yang tak kenal puas. "Semua itu hanyalah permainan (al-la’b) dan senda gurau (al-lahwu) yang akan melupakan Allah. Dunia semacam inilah yang dibenci kaum sufi," ujarnya.

Keempat, tidak ada halangan bagi kaum salik untuk menjadi miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimiliknya. Seorang salik boleh mencari harta kekayaan, namun jangan sampai melalaikan-Nya dan jangan sampai menjadi hamba dunia. Seorang salik, kata Atha'illah, tidak bersedih ketika kehilangan harta benda dan tidak dimabuk kesenangan ketika mendapatkan harta.

Kelima, berusaha merespons apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik.

Keenam, tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah. Bagi Syekh Atha'illah, tasawuf memiliki empat aspek penting yakni berakhlak dengan akhlak Allah SWT, senantiasa melakukan perintah-Nya, dapat menguasai hawa nafsunya serta berupaya selalu bersama dan berkekalan dengan-Nya secara sunguh-sungguh.

Ketujuh, dalam kaitannya dengan ma’rifat Al-Syadzili, ia berpendapat bahwa ma’rifat adalah salah satu tujuan dari tasawuf yang dapat diperoleh dengan dua jalan; mawahib, yaitu Tuhan memberikannya tanpa usaha dan Dia memilihnya sendiri orang-orang yang akan diberi anugerah tersebut; dan makasib, yaitu ma’rifat akan dapat diperoleh melalui usaha keras seseorang, melalui ar-riyadhah, dzikir, wudhu, puasa ,sahalat sunnah dan amal shalih lainnya.

My Favourite Game - The Cardigans



My Favourite Game - The Cardigans
from the album Gran Turismo

I don't know what you're looking for
you haven't found it baby, that's for sure
You rip me up, you spread me all around
in the dust of the deed of time

And this is not a case of lust, you see
it's not a matter of you versus me
It's fine the way you want me on your own
but in the end it's always me alone

And I'm losing my favourite game
you're losing your mind again
I'm losing my baby
losing my favourite game

I only know what I've been working for
another you so I could love you more
I really thought that I could take you there
but my experiment is not getting us anywhere

I had a vision I could turn you right
a stupid mission and a lethal fight
I should have seen it when my hope was new
my heart is black and my body is blue

And I'm losing my favourite game
you're losing your mind again
I'm losing my favourite game
you're losing your mind again
I'm losing my baby
losing my favourite game

I'm losing my favourite game
you're losing your mind again
I tried, I tried, (but you're still the same) I tried
I'm losing my baby
you're losing a saviour and a saint

Show Me Heaven - Maria McKee




Maria McKee - Show Me Heaven

There you go
Flashing fever from your eyes
Hey babe, come over here and shut down tight
I'm not denying
We're flying above it all
Hold my hand, don't let me fall
You've such amazing grace
I've never felt this way

Show me heaven
Cover me
Leave me breathless
Show me heaven please

Here I go
I'm shaking just like breeze
Hey babe I need your hand to steady me
I'm not denying
I'm frightened as much as you
Though I'm barely touching you
I've shivers down my spine
And it feels divine

Show me heaven
Cover me
Leave me breathless
Show me heaven please

If you know what it's like
To dream a dream
Baby hold me tight
And let this be your...heaven

Cover me
Leave me breathless
Show me heaven please

American Pie - Don McLean



American Pie - Don McLean

A long long time ago
I can still remember how
That music used to make me smile
And I knew if I had my chance
That I could make those people dance
And maybe they'd be happy for a while
But February made me shiver
With every paper I'd deliver
Bad news on the doorstep
I couldn't take one more step
I can't remember if I cried
When I read about his widowed bride
But something touched me deep inside
The day the music died
So

[Chorus]
Bye, bye Miss American Pie
Drove my Chevy to the levee but the levee was dry
Them good ole boys were drinking whiskey in Rye
Singin' this'll be the day that I die
This'll be the day that I die

Did you write the book of love
And do you have faith in God above
If the Bible tells you so?
Now do you believe in rock and roll?
Can music save your mortal soul?
And can you teach me how to dance real slow?

Well, I know that you're in love with him
Cause I saw you dancin' in the gym
You both kicked off your shoes
Man, I dig those rhythm and blues
I was a lonely teenage broncin' buck
With a pink carnation and a pickup truck
But I knew I was out of luck
The day the music died
I started singin'

[Chorus]

Now, for ten years we've been on our own
And moss grows fat on a rolling stone
But, that's not how it used to be
When the jester sang for the king and queen
In a coat he borrowed from James Dean
And a voice that came from you and me
Oh and while the king was looking down
The jester stole his thorny crown
The courtroom was adjourned
No verdict was returned
And while Lenin read a book on Marx
The quartet practiced in the park
And we sang dirges in the dark
The day the music died
We were singin'

[Chorus]

Helter skelter in a summer swelter
The birds flew off with a fallout shelter
Eight miles high and falling fast
It landed foul on the grass
The players tried for a forward pass
With the jester on the sidelines in a cast
Now the half-time air was sweet perfume
While sergeants played a marching tune
We all got up to dance
Oh, but we never got the chance
Cause the players tried to take the field
The marching band refused to yield
Do you recall what was revealed
The day the music died?
We started singin'

[Chorus]

Oh, and there we were all in one place
A generation lost in space
With no time left to start again
So come on Jack be nimble, Jack be quick
Jack Flash sat on a candlestick
Cause fire is the devil's only friend
And as I watched him on the stage
My hands were clenched in fists of rage
No angel born in Hell
Could break that Satan's spell
And as the flames climbed high into the night
To light the sacrificial rite
I saw Satan laughing with delight
The day the music died
He was singin'

[Chorus]

I met a girl who sang the blues
And I asked her for some happy news
But she just smiled and turned away
I went down to the sacred store
Where I'd heard the music years before
But the man there said the music wouldn't play
And in the streets the children screamed
The lovers cried, and the poets dreamed
But not a word was spoken
The church bells all were broken
And the three men I admire most-
the Father, Son, and the Holy Ghost-
They caught the last train for the coast
The day the music died
And they were singing

[Chorus: x2]