Bismillah
Renungan pagi untuk para calon2 ...
'SANG PENCERAH' di masa depan
Power vs Force
Faktor Terselubung Penentu Perilaku Manusia
Karya David R. Hawkins M.D.,Ph.D
Psikiater, Peneliti kesadaran, Dosen spiritual, dan Mistikus
Terbitan Pertama: 1994
Di bukunya Power vs Force, dia meneliti hubungan antara
tubuh fisik sama kekuatan spiritual,dengan riset selama 20 tahun.
Bahasa sederhananya,meng ilmiah kan spiritual.
Dia memakai semacam tes kinesiologi untuk mengukur energi yang dikeluarkan manusia dalam skala kesadaran tertentu. Dari satuan 0 sampai 1000 poin, David R. Hawkins mengklasifikasikan 17 Tingkat Kesadaran.
Inilah 17 Tingkat Kesadaran Diri Manusia :
1. Pencerahan (Energy Level 700-1000)
Tidak dapat dijelaskan adalah emosi yang terasa di tingkat kesadaran ini. Kesadaran pencerahan adalah tingkat evolusi kesadaran tertinggi dari manusia. Orang-orang terbesar dalam sejarah seperti Krisna, Buddha, Isa Almasih, Bunda Theresa, adalah mereka yang berada di tingkat ini. Keberadaan orang tersebut sepenuhnya meliputi dan melampaui ruang dan waktu. Dijelaskan bahwa proses yang terjadi adalah kesadaran murni. Hidup yang terlihat pada kesadaran ini adalah ‘ada’. Dalam proses pencapaian potensi tertinggi dan menjadi yang terbaik dalam hidup, kesadaran pencerahan inilah yang semestinya kita perjuangkan sebisa mungkin.
2.Kedamaian (Energy Level 600)
Adalah emosi kebahagiaan. Di tingkat ini, tidak ada lagi terasa perbedaan antara pengamat dan yang diamati. Orang-orang di tingkat kesadaran ini menjadi guru spiritual, jenius-jenius besar di bidangnya yang memberikan konstribusi nyata pada kehidupan manusia; mereka biasanya memahami lebih dari sistem kepercayaan yang ada dan menjadikannya kespiritualan murni. Pemahaman yang dimiliki melambat, melampaui batasan ruang dan waktu. Proses yang dialami adalah iluminasi; yang terlihat adalah kesempurnaan. Hawkins menyatakan bahwa hanya 1 dari 10 juta orang berada pada tingkat kesadaran ini.
3.Kebahagiaan (Energy Level 540)
Emosi yang dominan di tingkat kesadaran ini adalah ketenangan dan belas kasih. Kebahagiaan yang tumbuh dari dalam dan bukannya dari sumber luar. Kesadaran kebahagiaan adalah tingkatnya para orang suci, pelajar spiritual tingkat tinggi, pertapa, penyembuh, dan pemikir. Karakter yang terlihat adalah kesabaran yang luar biasa besar dan sikap positif yang tidak tergoyahkan oleh apa pun. Dunia terlihat sebagai satu kesempurnaan dan keindahan.
Orang yang berada di tingkat kesadaraan kebahagiaan akan tergerak untuk mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan hidup, daripada untuk individu tertentu. Di sini, proses transfigurasi terjadi (pancaran cahaya dari orang tersebut). Yang terlihat oleh individu pada level kesadaran ini adalah keutuhan (dunia). Pengalaman dekat kematian (atau NDE) biasanya ngasih orang beberapa saat memvibrasikan kekuatan kesadaran selevel ini.
4.Cinta (Energy Level 500)
Kesadaran cinta yang dimaksudkan adalah bentuk cinta yang tulus, tidak tergoyahkan, tidak berubah, tidak terpengaruh dengan keadaan luar. Jelas nggak sama dengan cinta yang diagung-agungkan media, yang digambarkan penuh dengan nafsu, keinginan, harga diri, kontrol, mencandui, kecemburuan, dan posesif. Kalau media biasa bilang kalo lawannya cinta adalah benci, di tingkat kesadaran ini, kebencian dilihat sebagai akar dari rasa bangga (keinginan untuk mengkontrol dan posesif), dan bukan cinta yang benar-benar cinta.
Yang dirasakan pada tingkat kesadaran cinta (tak bersyarat) ini adalah rasa hormat. Keberadaan dualisme, atau dua oposisi konsep atau aspek, menjadi ilusi; perasaan dirasa sebagai satu kesatuan yang berada jauh di atas perbedaan. Cinta tak bersyarat melingkupi semua orang dan melebihi diri sendiri. Kalo kesadaran alasan berhubungan sama fakta tertentu, kesadaran cinta berhubungan sama keseluruhan fakta, yang meningkatkan kapasitas diri untuk memahami. Aspek ini berhubungan dengan intuisi. Proses yang dirasa adalah pengilhaman atau wahyu. Dengan kesadaran cinta, yang terlihat dalam hidup adalah keramahan, tanpa perbedaan, ketakutan atau kenegatifan. Hawkin menyebutkan hanya 0.4% dari populasi (1 dari tiap 250 orang) mencapai tingkat kesadaran ini.
5.Alasan / Akal (Energy Level 400)
Kesadaran emosi di tingkat ini adalah pemahaman dan rasional. Kita mulai mencari pengetahuan dan informasi sebanyak mungkin dan menganalisa dengan seksama sebelum memutuskan kesimpulan. Menurut sumber, para pemenang hadiah nobel, ahli ilmu pengetahuan dan pengobatan, dan pemikir-pemikir besar dalam sejarah adalah mereka yang beresonansi di tingkat kesadaran ini. Tapi, akal terbatas pada konsep dan teori intelektual. Ketika ada perbedaan teori dan argumentasi terjadi, kesadaran akal mengalami semacam kebuntuan yang menyebabkan ketidakmampuan menyelesaikan perbedaan tadi. Akhirnya pun jadi proses abstraksi atau kesenjangan fakta. Fokus yang dilihat kesadaran akal adalah pemahaman.
6.Penerimaan (Energy Level 350)
Dalam kesadaraan penerimaan, seseorang akhirnya menyadari bahwa dia adalah pencipta dan pusat dari hidupnya sendiri. Orang tersebut (1) sadar akan sistem sosial yang ada di hidupnya, keluarga, masyarakat, negara, agama, kerja (2) bisa membedakan beberapa kepercayaan, cara pandang, dan keadaan yang ada di sekitarnya (3) bisa menempatkan diri dan hidupnya di atas dan melebihi semua sistem sosial ini.
Karakter sifat yang terlihat dari tingkat kesadaran ini adalah penerimaan dan penolakan, pencarian akan keteguhan dan penilaian benar-salah, jangka panjang-jangka pendek, pengusahaan untuk pertumbuhan diri. Emosi yang dirasakan dominan adalah memaafkan. Proses yang terus berlangsung transenden dan yang dilihat adalah kepaduan.
7.Kemauan (Energy Level 310)
Rasa optimis berlipat-lipat di kesadaran ini. Dengan kemauan, seseorang jadi terbuka dengan dan untuk melakukan apa pun – tanpa terpengaruh penilaian orang lain atau batasan. Semisal adalah ketika orang mau melakukan pekerjaan rendahan seandainya nggak bisa dapet pekerjaan di mana pun. Karakteristik pembeda antara kemauan dan tingkatan kesadaran di bawahnya adalah kemauan (keinginan) buat melakukan hal dengan sebaik-baiknya, nggak cuma sekedar melakukan aja.
Orang dengan kesadaran kemauan akan dengan mudahnya berdiri lagi semisal dia jatuh, gampang banget beradaptasi dan terbuka dengan siapa saja. Kesuksesan mengikuti orang-orang dengan kesadaran ini. Proses yang terjadi di kesadaran kemauan adalah keinginan (untuk melakukan apa pun). Hidup yang terlihat adalah harapan. Orang-orang yang melakukan yang terbaik dalam karirnya dalam korporasi atau entrepreneur adalah yang berada di tingkat kesadaran ini.
8.Netral (Energy Level 250)
Emosi yang terasa di tingkat kesadaran ini adalah rasa percaya dan rasa aman. Di sini, kita menilai dengan objektif, tidak menghakimi, dan bisa melihat segala sesuatunya dengan apa adanya. Kita tidak mementingkan kepemilikan harta benda, tidak terpengaruh situasi, tidak berekspetasi, dan tahan-tahan aja kalo hidup mulai naik-turun. Kalo nggak bisa mendapatkan apa yang diinginkan, kita akan tetap bahagia dengan yang lain.
Netral nggak sama dengan apatis, kekuatan kesadaran di tingkat netral datang dari kepositifan. Di kesadaran netral, kita paham akan kekuatan dan kemampuan yang ada di dalam diri dan nggak merasa butuh buat ngebuktiin apa pun ke siapa pun; apatis, rasa ditinggalkan oleh diri dan dunia yang membuat kita bersikap acuh tak acuh dan patah semangat dengan dunia luar. Proses kesadaran netral adalah ketika kita melepaskan semuanya, dan melihat kepuasan dalam hidup, apa pun jadinya nanti. Orang-orang di tingkat kesadaran ini gampang bergaulnya, tapi nggak terlalu terikat dengan visi karena mereka memisahkan diri dari segala sesuatunya.
9.Keberanian (Energy Level 200)
Emosi yang signifikan adalah pengukuhan akan kekuatan. Inilah poin pemisah antara Power and Force (Kekuatan Kemampuan dan Kekuatan Energi), dimana seseorang mulai menciptakan perubahan dengan menggunakan kekuatan yang membangun. Poin pertama kesadaran penuhnya seseorang dari kehidupan zombie-nya.
Di poin-poin tingkat kesadaran di bawah 200, dunia terlihat putus asa, tragis, menakutkan, menuntut; orang melihat dirinya sebagai korban, minta jadi pupuk bawang dan dipengaruhi kekuatan dari dunia luar.
Dengan keberanian, orang melihat hidup jadi mengasikkan dan penuh kemungkinan. Ada penguatan di tingkat kesadaran ini. Menandai dimulainya pertumbuhan diri, dimana seseorang akhirnya akan melakukan sesuatu dalam hidupnya. Semuanya jadi terlihat mungkin – semuanya bisa diatasi karena kita bisa menumbuhkan kekuatan untuk berkompromi dengan suatu situasi hidup. Di tingkat kesadaran di atas 200, seseorang mampu memahami bahwa kebahagiannya dan hidupnya diputuskan oleh dirinya sendiri.
10.Bangga (Energy Level 175)
Bisa dilihat dari sikap yang cenderung merendahkan orang lain atau harga akan diri yang –kelewat—tinggi. Di sistem sosial kita, sering kali gengsi atau bangga dilihat sebagai sikap yang perlu dikembangkan dan positif. Kerasa banget kayak di kebanggan jadi bagian dari kelompok, institusi, perusahaan, negara, agama, ras.
Gimana pun, kebanggaan bisa dilihat dari dua sisi, karena tiap orang punya reaksi yang beda-beda. Kayak misal, negara ada karena orang merasa bangga dengan tanah airnya dibanding tempat lainnya. Agama pun ada karena orang merasa bangga dengan kepercayaannya akan Tuhan dan nilai-nilai yang diangkat yang menjadikan dirinya berbeda. Di tingkat individu, orang yang merasa bangga dengan kepemilikan atau hal-hal yang bersifat material lainnya, disinilah bangga jadi nggak penting. Karena kepemilikan itu bisa diambil sewaktu-waktu.
Bangga menghasilkan sikap penolakan dan arogan. Dengan adanya bangga, orang bersikap dengan mendahulukan ego yang tinggi dan jadinya tidak objektif. Mikirnya jadi nuntut dan nuntut.
11.Kemarahan (Energy Level 150)
Emosi yang menguasai di tingkat ini adalah kebencian. Kemarahan adalah ungkapan dari rasa benci, frustasi, bahkan balas dendam. Secara masyarakat luas, bentuk kemarahan adalah gerakan-gerakan aktifis di berbagai isu (lingkungan, hak makhluk hidup, negara-negara dunia ketiga, kemiskinan), persamaan hak, gerakan-gerakan sosial.
Di tingkat individu, contohnya kayak sikap yang nyebelin dan cenderung keras, gampang naik darah. Sisi baiknya, kemarahan membentuk pembebasan dan gerakan-gerakan besar dalam masyarakat; jeleknya, dia memicu perilaku berbahaya yang disengaja. Bentuk emosi marah bisa dilihat dari sikap yang agresif. Mikirnya jadi antagonis, orang jadi kasar, nggak ramah, nggak asik, dan bersikap melawan orang lain.
12.Nafsu Keinginan (Energy Level 125)
Di tingkat keinginan, nafsu untuk memiliki/mendapatkan mendominasi. Orang-orang yang mengejar uang dan jabatan jadi target hidup yang lebih baik, jomblo-jomblo yang udah lama kepingin pacaran, permainan marketing yang memanfaatkan ‘keinginan’ di pikiran society make iklan dan janji-janji kebahagian dengan konsumsi barang-barang yang material, industri fashion juga.
Ketagihan adalah produk dari keinginan, kayak berbagai keinginan—biasanya malah ngidam—makanan, video game, kesenangan, seks, shopping, ngejar uang dan power tadi, dan seterusnya. Orang jadi terjebak dan terbudakkan di sini karena keinginan itu nggak ada ujungnya. Hidupnya jadi cenderung ngeliat kekecewaan, apalagi kalo nggak bisa dapetin apa yang jadi keinginannya. Keinginan lebih tinggi tingkatnya di atas ketakutan karena keinginan akan suatu hal memicu orang untuk melakukan sesuatu—dan bukannya menarik diri.
13.Ketakutan (Energy Level 100)
Energi di tingkat ini terbaca sebagai kekhawatiran. Seringnya perasaan takut yang muncul berhubungan dengan ketakutan akan penolakan, akan kegagalan, akan ketidakpastian, akan tantangan, akan penuaan, akan kematian, akan kehilangan, akan orang asing. Bentuk emosi yang sering dihadapi mereka yang bekerja di bidang marketing dan politik. Rasa takut bisa membentuk paranoia dan berubah menjadi obsesi. Di tingkat ini, orang ngeliat semua bentuk ketidakpastian kayak nakutin dan memicu sikap penarikan. Jadinya, rasa takut jadi penghalang buat pertumbuhan diri karena dunia terlihat menakutkan.
14.Kesedihan (Energy Level 75)
Level dimana orang ngerasa sedih berlebih, penyesalan, dan kehilangan. Banyak orang bervibrasi di tingkat ini waktu kehilangan—bisa orang yang disayang, hubungan, kepemilikan, uang, pekerjaan, dan lain dan sebagainya. Seringnya yang keluar adalah nangis, nyesel, susah move on. Waktu sedih, orang cenderung ngelihat kemurungan dan kesuraman dalam hidup dan seluruh dunia. Pandangan hidupnya jadi tragis. Energi kesedihan lebih kuat dibanding apati, karena orang mulai merasa lebih banyak energi di level ini.
15.Apatis (Energy Level 50)
Keadaan keputusasaan dan tidak tertolong. Di tingkat kesadaran ini, orang biasanya jadi needy dan bergantung sama orang lain. Biasanya terjadi sama pengemis, masyarakat kelas bawah ke bawah, sama kelompok usia lanjut. Masyarakat luas ngerasa orang-orang yang bervibrasi di level ini sebagai “beban” dan cenderung menghindari mereka. Tingkat ini berhubungan sama abdikasi, dimana orang memilih untuk menyerah dan menjadikan orang lain seakan-akan bertanggung jawab atas hidupnya. Pandangan hidup di kesadaran ini adalah nggak adanya harapan..
16.Bersalah (Energy Level 30)
Tes kinesiologi nunjukin orang berada di skala poin ini, ketika dia ada ngerasa salah dan nyesel. Perasaan yang sadar atau nggak sadar bisa mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku seseorang. Hukuman publik dari sistem sosial memperparah keadaan dengan adanya sebutan “pendosa” dan “suci” yang bikin orang-orang di level ini merasa ‘terkutuk’ dan semakin menghancurkan dirinya.Tingkat kesadaran dimana orang merasa dipermalukan, kepercayaan diri rendah, dan paranoid. Ekspresi yang kebaca di skala getaran energi ini adalah ketika seseorang merasa dia “hilang muka”, nggak berdaya, nggak berguna, pingin nggak keliatan aja. Bertahan di tingkat vibrasi kesadaran ini terlalu lama, orang bisa kepikiran buat bunuh diri, bunuh orang lain bahkan, pemerkosa, atau jadi orang yang suka menghakimi orang lain dengan merasa dirinya yang paling bener. Di kesadaran ini, orang terbatas ngelihat bentuk-bentuk kesengsaraan.
17.Malu (Energy Level 20)
Tingkat rasa malu sangat dekat dengan kematian, yang dapat dipilih dari rasa malu sebagai bunuh diri sadar atau lebih dipilih secara halus oleh kegagalan untuk mengambil langkah-langkah untuk memperpanjang hidup, seperti dalam "bunuh diri pasif." Kematian karena kecelakaan yang bisa dihindari sering terjadi. Kita semua memiliki kesadaran akan rasa sakit karena “kehilangan muka,” menjadi tidak dihargai, atau merasa seperti “bukan orang”. Di level ini, orang-orang menggantung kepala dan menyelinap pergi, berharap mereka tidak terlihat. Pembuangan adalah iringan tradisional dari rasa malu dan, dalam masyarakat primitif dari mana kita semua berasal, pembuangan adalah sama dengan kematian.
Pengalaman awal kehidupan seperti pelecehan seksual, yang mengarah pada Malu, membelokkan kepribadian sering untuk seumur hidup kecuali masalah ini diselesaikan dengan terapi. Rasa malu, seperti yang ditentukan Freud, menghasilkan neurosis. Ini merusak kesehatan emosional dan psikologis dan, sebagai akibat dari rendahnya harga diri, membuat seseorang rentan terhadap perkembangan penyakit fisik. Kepribadian berbasis rasa malu adalah pemalu, menarik diri, dan tertutup.
Rasa malu juga digunakan sebagai alat kekejaman, dan korbannya sering menjadi kejam sendiri. Anak-anak yang dipermalukan kejam terhadap binatang dan saling kejam. Perilaku orang yang tingkat kesadarannya baru di level 20-an berbahaya. Mereka rentan terhadap halusinasi yang bersifat menuduh, seperti juga paranoia; beberapa menjadi psikotik atau melakukan kejahatan aneh.
Beberapa individu yang berbasis rasa malu mengimbangi perfeksionisme dan kekakuan, dan seringkali menjadi terdorong dan tidak toleran. Contoh terkenal dari ini adalah para ekstrimis moral yang membentuk kelompok main hakim sendiri, memproyeksikan rasa malu mereka sendiri yang tidak disadari kepada orang lain yang kemudian mereka rasa dibenarkan karena menyerang atau membunuh dengan benar. Pembunuh berantai sering bertindak keluar dari moralisme seksual, dengan pembenaran menghukum yang disebut wanita "jahat".
Karena itu meruntuhkan seluruh tingkat kepribadian seseorang, Malu menghasilkan kerentanan terhadap emosi negatif lainnya, dan, karenanya, sering kali menghasilkan kesombongan, kemarahan, dan rasa bersalah yang salah.
Akhirnya,bisa jadi ...
buku ini mengingatkan kita :
Dalam setiap diri manusia ada ruh Ketuhanan,
ruh Ketuhanan yang hidup,berenergi,lengkap,sempurna.
Emotion (energy in motion) yang dirasakan di hati,
terlintas dalam kesadaran di pikiran,
pikiran menghasilkan perbuatan,
perbuatan menghasilkan kebiasaan,
kebiasaan menghasilkan nasib.
nasib menjadi takdir,
takdir diubah dengan do'a
yang sepenuh hati dan kesadaran sepenuh pikiran.
Bukankah setiap diri kita adalah pembawa pesan rohmatan lil 'alamin?
Menyebarkan rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta.
Alhamdulillah dan Terima Kasih
Semoga bermanfaat dalam mengenal diri kita lebih dalam
untuk membangun kesadaran diri kita tentang kehidupan
dan bermanfaat untuk seluruh alam semesta.
Al Fatihah
Aamiin